Pages

"Kantong ketawa anda memang suatu anugrah paling indah yang tuhan pernah kasih, hendaknya digunakan sebaik baiknya, dan jangan berlebihan sebelum sindrom tuna ketawa menggerogoti hidup anda"

Minggu, 21 April 2013

sekapur barus


Perlu kiranya saya memohon maaf, apabila tulisan ini hanya akan menjadi satu bagian dari segmentasi tulisan kumuh (baik dalam maupun tidak dalam tanda kutip) di dunia….
Pernah suatu ketika saya berfikir………..
Iya, saya berfikir, anda tidak salah membaca. Berfikir mengenasi sesuatu yang akhir akhir ini memenuhi salah satu bagian lorong memori otak saya. Bukanlah bisa disebut sebagai manusia yang “manusia”, seseorang yang tidak peduli dengan lingkungan, gejala gejala yang terjadi di sekitar, hal hal yang “bersentuhan” (bersentuhan tanpa tanda kutip juga) baik langsung maupun tidak dengannya, dan hal hal yang mungkin seorang sosiolog yang bisa menguraikan nya lebih lanjut. Saya hanya tidak sengaja masuk dalam sebuah dunia yang mana orang orang sering kali salah (termasuk saya sebelumnya) dalam memandang hal ini, DUNIA PERPUSTAKAAN, BUKU, Biblio, Boek, Book, ngelmu, tulisan, utawa sekabehane ukara ingkang saget migunani marang liyan kang diserat maring dluwang ingkang dikempalaken dados setunggal begitu kira kira menurut bahasa nenek moyang saya (italic font, redaksi maupun isi nya murni dari pendapat saya, ya kira kira seperti itu, kira kira). Hal ini bermula dari usaha ceroboh saya melakukan error gambling pik pik ndi tak kiro apek iki, dan upaya gambling bla bla bla tadi hanya membuahkan pemikiran saya ini.
Dunia Perpustakaan, begitu katanya. #menirukan gaya kak seto ketika akan memulai sebuah dongeng. #suasana lengang.
Lebih khusus saya akan bercerita mengenai profesi dalam dunia perpustakaan, pustakawan (bukan OB perpustakan, bukan petugas pengantar koran ke perpustakaan, bukan petugas TU yang mampir ke perpustakaan, bukan pak bon yang diangkat jadi pustakawan, bukan guru yang di mutasi ke perpustakaan, dan bukan bukan yang lebih tidak masuk akal lagi –perpustakaan). Pustakawan dengan petugas perpustakaan tentu dua hal yang secara kasat mata hampir sama, namun ternyata memiliki perbedaan yang harusnya tidak akan saya jelaskan disini, tapi di Tugas akhir saya kelak. Yang jelas berbeda (biarlah hal tersebut tumbuh menjadi sebuah retorika bagi kita). Segala sesuatu di dunia ini hendanya memiliki sebuah pakem atau etiket masing masing, bukan kode etik tentang jabatan yang berhubungan dengan capital tentu, namun lebih kepada moral.
Mulanya ilmu perpustakaan sendiri dianggap sebagai seni/art, sebelum pion pion ilmu perpustakaan bermunculan, seperti Dewey (yang menciptakan Dewey Decimal Classification, teman dai Bibi Bokken dalam cerita “Perpustakaan Ajaib Bibi Bokken”), dan tokoh tokoh lain nya (sebenarnya yang saya ketahui hanya Dewey). Banyak orang orang sekitar saya, kerap kali tidak menerima lagi pengertian tentang perpustakaan sama dengan sebuah ruang yang bla bla bla…, namun perpustakaan kini disebut sebut sebagai tempat pelestarian pengetahuan, preservation of knowledge, bahkan ada yang “tega” menyebut pustakawan sebagai Agent Of Change jelas 2 jargon terakhir terasa semakin men- cetar membahana-kan kami, namun apa yang dapat di realisasikan dari pengertian bergengsi tadi? Sebuah tanggung jawab besar, sangat besar, sebab di lapangan kini pekerjaan kami juga hanya olah sana, olah sini, katalog sana, katalog sini, otomasi sana sini, ya memang hal ini merupakan teknis yang tidak kalah penting, namun tanggung jawab moral yang diemban bukan hanya untuk olah sana olah sini dan sana sini blab la bla lain nya, ya memang misi bawah tanah di atas dapat kita realisasikan kelak ketika telah berada pada “medan berdarah” yang sesungguh sungguhnya. Pustakawan haruslah menjadi bunglon, hendaknya seseorang harus menjadi sosok pustakawan yang adaptif, mampu menyesuaikan kental nya atmosfer yang ada di sekitar nya. Seorang pustakawan pada sebuah perguruan tinggi, hendanya mampu menjadi sosok terpelajar, pendidik dan mengayomi civitas akademika, nah mengayomi, disini ada satu point penting nya. Begitupun pada perpustakaan yang mengekor pada sebuah instansi yang bergerak pada bidang kesehatan, hendaknya pustakawan mampu menjadi sosok yang mampu mendiagnosa berbagai macam “penyakit” literasi, permasalahan pencarian sebuah informasi mauun informan yang baik, begitupun pada badan induk lainnya. Ya, semua profesi tentu punya tanggung jawab moral, loyalitas dan dedikasi serta kredibilitas yang tinggi atas asas masing masing. Begitu saya mengakhiri tulisan brilian ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar