Pages

"Kantong ketawa anda memang suatu anugrah paling indah yang tuhan pernah kasih, hendaknya digunakan sebaik baiknya, dan jangan berlebihan sebelum sindrom tuna ketawa menggerogoti hidup anda"

Minggu, 22 Februari 2015

Kondisi Anomali #2

Aku baru pulang saat hujan tak juga kunjung reda. Jadi aku memutuskan untuk menerjang. Air berderai, lebat dan serta tajam-tajam menggoreskan deretan garis pemisah jalan yang berjenjang dan putus-putus. Aku jadi seperti berjalan di hutan. Sebuah lagu yang terus kunyanyikan berulang kali, aku lupa liriknya, dan tak banyak peduli tentangnya. Cuma mau menyampaikan saja.

Aku jadi teringat kala itu. Ku putar kembali memori yang telah lama kusut dan lusuh jari-jarinya. Membilak-balik lipatan demi lipatan yang telah banyak tertimbun barang-barang perkakas lama serta puing remahan atapku yang selalu rapuh diinjak-injak kediktatoran tikus serta pengerat lawanannya. 

Ku lihat, kamu masih arogan seperti biasanya. Menerocos dan sering lebay seperti biasanya. Sampai kapan kamu mengutukku terus? Pasti kau jawab, aku tak pernah mengutukmu, kau selalu begitu, ya, selalu begitu. Aku pun begitu, tapi pada kesempatan ini kamu yang begitu, kalau aku begitu di kesempatan lain, sudah lain permasalahannya!

Jumat, 20 Februari 2015

Anti titik Jenuh: Edisi 3 yang super melelahkan


Entah pernah atau tidak, aku menulis sesuatu tentang majalah ya? memang sih, link nya aku taruh dalam laman blog ini, namun aku hanya ingin bilang kalau aku mengelola sebuah majalah bersama teman-temanku.

Dari edisi ke edisi coba aku arungi dengan limpahan tangis sepanjang jalannya *halah. Tapi benar, mengelola sebuah majalah indie adalah sebuah tantangan besar buatku. Mengatur diri sendiri, kapan harus rapat, rapat dimana dan pakai uang apa -_-, harus terbit kapan, dan dengan lapang dada menentukan deadline. Terkadang ada masa-masa deadlock sepi ide, dan bosan, ya karena memang telah selayaknya dibuat se santai mungkin. Karena, menurutku santai adalah sebuah bentuk perlawanan terhadap birokrasi mainstream yang serba formal dan sama sekali tak santai.

Rabu, 18 Februari 2015

Kondisi Anomali.



Bedebam. Proolll!. Krompyang!.

Bunyi nyaring hantaman dua batu cadas yang sama-sama keras nya. Klise sekali, sebab bagaimana pun narasinya, tetap itu-itu saja. Yang penting aku hanya mencoba menjalankan fungsi diksi dengan baik. Aku suka mengumpat, tapi susah sepertinya mengalahkan Asu-Buntung nya Ahmad Tohari, mau progresif juga otak tak sampai. Antara mau menatapnya secara naïf ataupun nanar penuh dendam, tetaplah sudah sama jadinya. 

Konsensus telah dibunyikan bagaikan pledoi, jatuh tak bisa disangkal. Sesal yang memerah membekukan darah yang mengalir. Sesal yang merah memar bulat dan ungu di permukaannya. Sesal yang menghasilkan luka basah tak kunjung kering. Aku tak tau lagi cara menanggapi kejadian yang begitu tiba-tiba dan mendesakku tanpa perlu pembelaan dariku.