Aku tidak tau, akan kuarahkan kemana tulisanku ini. Aku hanya datang ke suatu pameran bertajuk "indie clothing expo", mengamati sekitar, dan membuat catatan-catatan kecil. Tidak lebih, hanya saja mungkin ini akan menjadi tulisan ter-absurd-ku.
Indie yang ku tahu, identik dengan Independen. Sesuatu yang Independen pada umumnya memiliki cirikhas, memiliki idealisme kuat juga konsistensi memegang idealisme, dan anti mainstream. Munculnya indie adalah bentuk ketidakpuasan terhadap "produk" mainstream yang mendominasi pasar.
Acara - yang kebetulan aku diajak teman untuk datang- ini menyajikan beragam citarasa indie yang bergizi. Semua indie; kaos dan mercendais keperluan gaya hidup modern, band, hobie dan komunitas
Aku menganggap ini baik, karena produk lokal masuk ke dalam gaya hidup manusia lokal. Menggeser produk mainstream. Namun menjadi mainstream di kalangan underground. Public mainstream dan public underground semua tersegmentasi dengan garis demarkasi abu-abu.
Namun, identitas indie nampaknya mengalami pergeseran terminologi dan relevansinya dalam kehidupan abad yang serba modern saat ini. Namun Independen juga tidak selamanya milik suatu jaman. Abad pertengahan misalnya; dimana paham-paham baru berkembang, banyak ditemukannya alat-alat industri termasuk monopoli pasar yg semakin modern. Independen tak mengenal jaman.
Indie sudah masuk je ranah gaya hidup dan -parahnya- konsumtif. Semua berlomba-lomba menjadi indie, indie menjadi semacam identitas yang menunjukkan kelas.
Aku tak tahu apakah orang-orang yang datang tahu persis semua yang ku tuliskan ini. Namun. Sudahlah.
Entah mengapa aku menganggap expo ini sama sekali tidak mengajarkan esensi dari "mengapa harus indie?"
Semua hanya menjadi ajang pamer; Pamer pakaian, Tato (yang hanya berfungsi sebagai hiasan) dan lain-lain.
Dalam perjalananku, aku melihat banyak hal; Kunci mobil yang menyembul dari sak belakang, Ada remaja berusia belia, lulus sma mungkin, bertampang innocent namun memakai jaket jeans yang lengannya dipotong meninggalkan bekas tidak teratur agar terlihat sangar, Ada mas-mas bertampang pas-pas-an (mohon maaf hanya ingin memperjelas diksi) yang menggaet gadis berperawakan aduhai-bohai-badai yang mengendusi manja tuannya. Bermodal kamera berlensa sedang dan berambut rokabilly dan bertingkah sok sering pergi ke klub malam mahal dan dompet kulit persegi panjang dengan deretan kartu mika entah apa namanya, Ada wanita bertubuh lumayan besar yang kelihatan dalamannya (mungkin memang sengaja) entah karena panas atau apa aku tak tau kalau sekitar 5 detik lebih aku memperhatikannya.
Semua serba bokeh. Semua gemerlap. Semua ingin terlihat perlente, gagah, bungah, riang dan berhasrat mencari hiburan. Semua ingin menghapus sistem kelas. Sama rasa sama rata. Bukankah seperti paham komunis, yang sangat dibenci penunggu pohon besar di tengah kota sana? Semua yg terkait dengannya di basmi hingga akar nya. Namun apakah hal se sepele indie clothing expo juga di basmi? Ah bisa jadi. Hal terkecil dan ter-memalukan pun harus dilakukan demi kelanggengan rezim.
Semua terlihat riang. Semua menyanyi di concert arena. Membuat circle pit layaknya konser metal (padahal yg sedang di atas panggung adalah rock and roll), ada juga yang moshpit tak teratur, menggila, menggilas siapapun tak kenal takut. Gahar.
Semua menggunakan kaos warna dengan pola sablon yang aneh-aneh. Tengkorak, bunga mawar, granat (seperti pada cover album greenday), gambar abstrak, typografi dengan font italic susah dibaca, gangster, dengan warna yang kontras dengan warna kaos nya. Ada juga yang memakai kemeja rock and roll pendek, pas di badan dan berpola bentuk yang sama di sekujurnya. Ratusan yang lain memakai jaket jeans robek-robek yang sama-sekali tak alami. Dan hampir seluruh nya memakai sepatu casual bermerk "vans off the wall" hitam ber garis putih yang oldskull.
Hingga akhirnya aku tak tahu, ini semua tentang apa, dan ini tulisan macam apa.
Indie yang ku tahu, identik dengan Independen. Sesuatu yang Independen pada umumnya memiliki cirikhas, memiliki idealisme kuat juga konsistensi memegang idealisme, dan anti mainstream. Munculnya indie adalah bentuk ketidakpuasan terhadap "produk" mainstream yang mendominasi pasar.
Acara - yang kebetulan aku diajak teman untuk datang- ini menyajikan beragam citarasa indie yang bergizi. Semua indie; kaos dan mercendais keperluan gaya hidup modern, band, hobie dan komunitas
Aku menganggap ini baik, karena produk lokal masuk ke dalam gaya hidup manusia lokal. Menggeser produk mainstream. Namun menjadi mainstream di kalangan underground. Public mainstream dan public underground semua tersegmentasi dengan garis demarkasi abu-abu.
Namun, identitas indie nampaknya mengalami pergeseran terminologi dan relevansinya dalam kehidupan abad yang serba modern saat ini. Namun Independen juga tidak selamanya milik suatu jaman. Abad pertengahan misalnya; dimana paham-paham baru berkembang, banyak ditemukannya alat-alat industri termasuk monopoli pasar yg semakin modern. Independen tak mengenal jaman.
Indie sudah masuk je ranah gaya hidup dan -parahnya- konsumtif. Semua berlomba-lomba menjadi indie, indie menjadi semacam identitas yang menunjukkan kelas.
Aku tak tahu apakah orang-orang yang datang tahu persis semua yang ku tuliskan ini. Namun. Sudahlah.
Entah mengapa aku menganggap expo ini sama sekali tidak mengajarkan esensi dari "mengapa harus indie?"
Semua hanya menjadi ajang pamer; Pamer pakaian, Tato (yang hanya berfungsi sebagai hiasan) dan lain-lain.
Dalam perjalananku, aku melihat banyak hal; Kunci mobil yang menyembul dari sak belakang, Ada remaja berusia belia, lulus sma mungkin, bertampang innocent namun memakai jaket jeans yang lengannya dipotong meninggalkan bekas tidak teratur agar terlihat sangar, Ada mas-mas bertampang pas-pas-an (mohon maaf hanya ingin memperjelas diksi) yang menggaet gadis berperawakan aduhai-bohai-badai yang mengendusi manja tuannya. Bermodal kamera berlensa sedang dan berambut rokabilly dan bertingkah sok sering pergi ke klub malam mahal dan dompet kulit persegi panjang dengan deretan kartu mika entah apa namanya, Ada wanita bertubuh lumayan besar yang kelihatan dalamannya (mungkin memang sengaja) entah karena panas atau apa aku tak tau kalau sekitar 5 detik lebih aku memperhatikannya.
Semua serba bokeh. Semua gemerlap. Semua ingin terlihat perlente, gagah, bungah, riang dan berhasrat mencari hiburan. Semua ingin menghapus sistem kelas. Sama rasa sama rata. Bukankah seperti paham komunis, yang sangat dibenci penunggu pohon besar di tengah kota sana? Semua yg terkait dengannya di basmi hingga akar nya. Namun apakah hal se sepele indie clothing expo juga di basmi? Ah bisa jadi. Hal terkecil dan ter-memalukan pun harus dilakukan demi kelanggengan rezim.
Semua terlihat riang. Semua menyanyi di concert arena. Membuat circle pit layaknya konser metal (padahal yg sedang di atas panggung adalah rock and roll), ada juga yang moshpit tak teratur, menggila, menggilas siapapun tak kenal takut. Gahar.
Semua menggunakan kaos warna dengan pola sablon yang aneh-aneh. Tengkorak, bunga mawar, granat (seperti pada cover album greenday), gambar abstrak, typografi dengan font italic susah dibaca, gangster, dengan warna yang kontras dengan warna kaos nya. Ada juga yang memakai kemeja rock and roll pendek, pas di badan dan berpola bentuk yang sama di sekujurnya. Ratusan yang lain memakai jaket jeans robek-robek yang sama-sekali tak alami. Dan hampir seluruh nya memakai sepatu casual bermerk "vans off the wall" hitam ber garis putih yang oldskull.
Hingga akhirnya aku tak tahu, ini semua tentang apa, dan ini tulisan macam apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar