Pages

"Kantong ketawa anda memang suatu anugrah paling indah yang tuhan pernah kasih, hendaknya digunakan sebaik baiknya, dan jangan berlebihan sebelum sindrom tuna ketawa menggerogoti hidup anda"

Rabu, 18 Februari 2015

Kondisi Anomali.



Bedebam. Proolll!. Krompyang!.

Bunyi nyaring hantaman dua batu cadas yang sama-sama keras nya. Klise sekali, sebab bagaimana pun narasinya, tetap itu-itu saja. Yang penting aku hanya mencoba menjalankan fungsi diksi dengan baik. Aku suka mengumpat, tapi susah sepertinya mengalahkan Asu-Buntung nya Ahmad Tohari, mau progresif juga otak tak sampai. Antara mau menatapnya secara naïf ataupun nanar penuh dendam, tetaplah sudah sama jadinya. 

Konsensus telah dibunyikan bagaikan pledoi, jatuh tak bisa disangkal. Sesal yang memerah membekukan darah yang mengalir. Sesal yang merah memar bulat dan ungu di permukaannya. Sesal yang menghasilkan luka basah tak kunjung kering. Aku tak tau lagi cara menanggapi kejadian yang begitu tiba-tiba dan mendesakku tanpa perlu pembelaan dariku.

 

Batu yang saling bedebam-an tadi adalah kasar dua permukaannya, sehingga saat rompal,  jatuh lah kepingan remah kecil-kecil dalam tanah tempat kedua nya. Mungkin itu batu kapur, sehingga mudah sekali rapuh, namun bisa jadi kedua nya batu gunung, yang kata nya “cadas”. Remahan-remahannya saling silang terduduk dalam tanah yang basah setelah hujan. Hujan di bulan juni yang kata Sapardi adalah kuat, jadilah sendu dan mudah kalut. 

Tak pernah ada yang menyangka semua akan hancur sedemikian berantakannya, seperti bekas kuah siomay yang mungkin dengan sengaja kau clepret-clepretkan di tepi mulut mu. Sedangkan aku tak mungkin mengeluarkan sapu tangan atau tanganku sendiri –apalagi- untuk merapikannya agar mulutmu terlihat elok kembali. Kulit cabai nya kau tinggalkan di gigi depanmu agar terlihat menor, membentuk lingkaran tak sempurna, ah tidak, aku tak memperhatikan se detail itu. Aku sampai pada kondisi anomali. ANOMALI! Tak kenal apa itu indah dan buruk, semua menjadi satu. Seperti batu yang telah saling berhantaman, setelah membumi, tak ada yang tahu bagian mana punya siapa, remahan mana milik batu yang mana. Apalagi setelah terkena hujan, angin, semua bias dan tak peduli bagian mana, bersatu dalam angin dan hujan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar