Entah mengapa akhir akhir ini, begitu gandrungnya saya menggerakkan tangan dan pikiran saya menuju sebuah problem pelik yang meranah pada bidang sosial, terpekik sekelumit anggapan mengenai kehidupan manusia bumi yang semakin haus akan sebuah klaim mengenai kebanggaan diri. mengenai konsep "manusia makhluk sosial, sebenarnya konsep ini benar adanya, teori dasarnya, semua mungkin telah kita pelajari semua pada pelajaran teori lmu sosial yang meliputi begitu banyak ilmu lain.
Bahwasanya manusia tidak bisa hidup tanpa eksistensi manusia lain di bumi, manusia satu dan lainnya saling bersimbiosis satu sama lain, nah simbiosis, entah kenapa manusia dulu menemukan kata aneh ini, iya sih bener emang kalo simbiosis, ada yang saling menguntungkan, tidak untung tidak rugi, merugikan satu sama lain.
Begitu indah memang kenyataan bahwa terdapat satu simbiosis yang saling menguntungkan, semua hidup dalam satu kolong langit yang sama, menghirup udara yang sama, ha? udara? tiba tiba terpikir mengenai sesuatu yang berkaitan dengan udara, pencemaran udara, lingkup nya kecil, namun masalah yang timbul pabila tak teratasi mungkin begitu fatal dan kronis. Entahlah....
Namun kenyataan apa pula yang telah terjadi di abad yang mengedepankan budaya lisan daripada budaya tulis ini? matinya generasi generasi multatuli lain, yang justru semakin banyak adalah simbiosis yang saling merugikan atau menguntungkan satu pihak saja. Munculnya berbagai paham yang berbau kapitalis, eh maaf , tuduhan kepada satu paham yang terorganisir secara resmi merupakan satu tindakan yang bisa dikatakan sebagai subjektifitas, sehingga dikatakan paham paham yang mengajarkan kepada penindasan, ketidak adilan, semua yang berbau anyir khas darah, merupakan tonggak awal terjadinya ngawur sosial, yang justru dengan ini muncullah ilmu sosial yang mungkin mengenahi atau kalau saya pikir sih adanya ilmu sosial tu fungsinya antara lain memberi nama nama aneh terhadap satu tindakan contohnya berbagai tindakan tercela, dengan hadirnya ilmu sosial, bisa disebut dengan dis-integrasi sosial tergantung kategori mana tindakan tersebut dirunut menurut asal muasal dan ciri nya.
sosial oh sosial
Bahwasanya manusia tidak bisa hidup tanpa eksistensi manusia lain di bumi, manusia satu dan lainnya saling bersimbiosis satu sama lain, nah simbiosis, entah kenapa manusia dulu menemukan kata aneh ini, iya sih bener emang kalo simbiosis, ada yang saling menguntungkan, tidak untung tidak rugi, merugikan satu sama lain.
Begitu indah memang kenyataan bahwa terdapat satu simbiosis yang saling menguntungkan, semua hidup dalam satu kolong langit yang sama, menghirup udara yang sama, ha? udara? tiba tiba terpikir mengenai sesuatu yang berkaitan dengan udara, pencemaran udara, lingkup nya kecil, namun masalah yang timbul pabila tak teratasi mungkin begitu fatal dan kronis. Entahlah....
Namun kenyataan apa pula yang telah terjadi di abad yang mengedepankan budaya lisan daripada budaya tulis ini? matinya generasi generasi multatuli lain, yang justru semakin banyak adalah simbiosis yang saling merugikan atau menguntungkan satu pihak saja. Munculnya berbagai paham yang berbau kapitalis, eh maaf , tuduhan kepada satu paham yang terorganisir secara resmi merupakan satu tindakan yang bisa dikatakan sebagai subjektifitas, sehingga dikatakan paham paham yang mengajarkan kepada penindasan, ketidak adilan, semua yang berbau anyir khas darah, merupakan tonggak awal terjadinya ngawur sosial, yang justru dengan ini muncullah ilmu sosial yang mungkin mengenahi atau kalau saya pikir sih adanya ilmu sosial tu fungsinya antara lain memberi nama nama aneh terhadap satu tindakan contohnya berbagai tindakan tercela, dengan hadirnya ilmu sosial, bisa disebut dengan dis-integrasi sosial tergantung kategori mana tindakan tersebut dirunut menurut asal muasal dan ciri nya.
sosial oh sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar