Perempuan tua itu kembali lagi
dengan cerita sedih keluarganya, "suamiku selingkuh, aku kurang kuat
bagaimana coba?". Tukang rokok, tukang sate, tukang cukur rambut yang
bagaimana orang bisa percaya dengan penampilan kumel nya, semua. Sampai ke
lorong-lorong tersempit, batu pualam, air bekas soto yang seharian dijajakkan
oleh penjual yang tidak kalah kumel dengan tukang cukur, kotoran kuda yang
kering, gundukan aspal yang dahulu di gali dan ditancapkan entah apa namanya
kemudian di tutup tidak sempurna menyerupai gunung kecil. Semua, bahkan penjual
gudek ceker, bule yang terbirit mengejar alur jalan menuju penginapan yang
entah aku tak tahu dimana. Ya, semua. Semua yang tampak bahkan oleh mata
manapun. Yang terlihat maupun tidak.
Jalanan malam yang sibuk itu
pecah seketika, perempuan tua yang sedari tadi mondar-mandir itu sudah meregang
nyawa.
Burung gagak menyeruak, suaranya
memekakkan telinga. Seonggok nyawa wanita tua, dikerubungi pelancong, yang
seketika kehilangan selera ke-pelancongan-nya. Darah mengalir, seketika
genderang duka di tabuh malaikat maut, memecah hening yang angkuh, angkuh
seperti noda kerak pada bekas kaleng sarden sisa persediaan musim panas.
Kematian adalah takdir, namun
adakah takdir yang konyol? akankah tuhan melempar lelucon pada takdir yang
diciptakannya? takdir yang sombong. Sombong.
Wanita tua itu masih tersenyum,
menampakkan gigi-gigi tua yang telah dihiasi jamur. Tubuh nya bercampur dengan
kotoran kuda yang kering, gundukan aspal yang dahulu di gali dan ditancapkan
entah apa namanya kemudian di tutup tidak sempurna menyerupai gunung kecil.
Semua. Semua, bahkan gemericik suara air yang jatuh dari tumpahan kendi borot
wadah kuah soto yang sudah penuh tambalan dimana-mana.
Di bawah gelapnya beringin tua,
yang entah seberapa tua itu, seonggok tubuh manusia tua terbang ke kahyangan.
Gelap yang ada di tengah terang. Semakin gelap dengan kematian sesosok mayat
wanita tua yang tersenyum. Ini adalah jawaban pertentangan batin nya. Kematian.
Wanita tua itu kini beriman pada kematian. Kematian yang merah merona, namun
terkadang senyap, terkadang gersang seperti belukar, seperti dedaunan kering
beringin yang berjuntai-juntai itu, seperti untaian takdir, seperti untaian
takdir yang seakan dapat dijamah padahal fana.
Wanita itu seperti
mengisyaratkan tak mau pergi. "suamiku selingkuh, aku kurang kuat
bagaimana coba?", sepertinya mulutnya terus komati-kamit mengucap
kata-kata tersebut, seakan tiap sukukatanya mengandung jinten hitam.
"suamiku selingkuh, aku kurang kuat bagaimana coba?", tiap kata nya
dihayati khidmat, syahdu, bagaikan prosa. "suamiku selingkuh, aku kurang
kuat bagaimana coba?", dengingnya seperti bunyi harpa, bergelombang namun
seperti cambuk, menyayat-nyayat. Sayatan perih yang terdiri dari alegori-alegori
derita, syahdu namun mengharukan seperti alunan musik rosario.
Keramaian serasa tak acuh, hanya
menjenguk sejenak, lalu sudah. Kembali ke peraduannya masing-masing,
terbirit-birit, seperti kumpulan mayat yang mengiringi sebuah black parade. Ada
yang menari tarian kematian, ada sebuah orkestra mayat, yang penyanyinya
seperti kesurupan, kegirangan (karena keduanya beda tipis) menyanyikan Requiem
Mass,
Day of wrath, day of anger
will dissolve the world in ashes*
will dissolve the world in ashes*
Pemain biolanya seperti
canggung, ujung bow nya dikerubungi lalat hijau yang terbang seenaknya
menggerayangi alat penggesek biolanya. Bau busuk nya memang seperti candu bagi
hewan pengerat. Pemain fluete menyeringai puas memandangi kawan berbadan besar
nya itu.
Syair-syair, bau dupa para
penyembah roh, peti mati bermotifkan perjamuan, lalu kembali ke syair-syair,
begitupun selanjutnya, hingga ubun-ubun terasa digerogoti belatung. Disengat
aliran listrik tegangan tinggi, kejang-kejang, gontai tak beraturan.
Wanita tua itu, wanita yang
telah jatuh tak henti dirundung gelap. Wanita tua yang gigi-giginya merah,
seperti darah, darah merah yang mampat menjadi biru, dan mengendap menjadi
hitam. Semua toh memang kembali ke hitam, gelap, pekat.
*petikan lagu Requiem-Mozart
malioboro, aku lupa tanggal
tapi di bulan juni
2014
sebuah catatan tak berbentuk
Tau Liebster Award? selamat buat kamu! coba deh cek http://coffee-philia.blogspot.com/2014/07/first-liebster-award.html *note: bukan iklan obat kurus
BalasHapus